Senin, 23 November 2009

10 Gadget buat hadiah natal yang paling unik


Peringkat 10 : The USB Snowbot
Robot berbentuk manusia salju. Bila dicolokkan ke port USB, bisa mengeluarkan suara dan layar dikepalanya bisa berganti-ganti warna. Warna tersebut bisa dirubah. Harganya $ 9.99 di thinkgeek



Peringkat 9 : Pohon Natal Fiber Optik
Pohon natal ini bisa mengeluarkan cahaya jika dicolokkan ke port USB. Ada bintang juga lho diatasnya. Bisa mengeluarkan cahaya aneka warna. Bisa dibeli seharga $ 17 di Brando



Peringkat 8 : Webcam Santa
Seperti layaknya webcam yang lain, tugasnya adalah nempel diatas monitor dan mengambil gambar. Memiliki resolusi 640×480 pixel. 30 frame per second. Bisa dibeli online di Geek Alert seharga $ 10




Peringkat 7 : Hub USB berbentuk kue natal
Hub USB ini memiliki 4 port. Bentuknya unik, seperti kue natal. Bisa dibeli di Gadget Venue



Peringkat 6 : Santa Naik Heli RC
Entah lagi kemana rusa-rusa itu. sampai-sampai si santa harus menaiki helicopter RC ini. RC ini memerlukan tegangan 3.7 volt dan arus 60mAh. Baterei yang dipakai menggunakan kombinasi Li-Poly. Bisa dikontrok dengan infrared, bisa bergerak naik, turun, kekanan, dan kekiri. Bisa dibeli di Hobby tron seharga $ 29.95




Peringkat 5 : The USB Drumming Snowman
Manusia salju pemukul drum ini bisa memainkan lagu natal lho,, drumnya juga akan menyala jika sedang dipukul. Dijual di USBnow seharga $ 8.99





Peringkat 4 : Digital Photo Christmas Decoration
Yang satu ini buat digantungin di pohon natal anda. Bentuknya memang berupa digital photo frame, tapi memang didesain untuk hiasan pohon natal. Bisa menyimpan 50 foto. $ 25 di EverythingUSB




Peringkat 3 : Pohon Natal LED
Pohon natal kecil ini mengambil energi yang dibutuhkannya dari sebuah baterei 9 volt. Baterei ini juga bisa menjadi sandaran agar pohon natal mini ini dapat berdiri dengan tegap. Dijual dengan harga $ 6.99 di crazyabout gadget.




Peringkat 2: The Optical Liquid Mouse
Ini dia mouse yang pas buat penggemar santa. Kali ini si Santa masuk ke dalam mouse. Selain santa, didalamnya juga ada air dan beberapa pernak-pernik lain. Jadilah si Santa berenang di dalam mouse ini. Mouse optic ini dijual dengan harga $ 17 di USBgeek.


Peringkat 1: USB Christmas Decoration Kit
Nah, ini dia pemenang dari top 10 buat natal. Seperangkat hiasan komputer dengan aroma natal yang kental banget.Terdiri dari lampu hiasan dan seabrek hiasan natal lainnya. Dijual di BRANDO dengan harga $ 18.


Sumber : http://shirogadget.com/




Jumat, 13 November 2009

Ibu Suyatilah Sakit

Sejak Jum'at, 6 Nopember 2009 lalu, Ibu Suyatilah terbaring sakit karena terjatuh.

Kondisinya sudah tidak bisa bangun dan bicaranya mulai agak kacau, belum ada tindakan dari dokter berhubung beliau tinggal dengan keponakannya.

Mohon jemaat mendoakannya dan jika sempat dapat meluangkan waktunya menjenguk beliau untuk memberikan kekuatan moral.

Alamat beliau Komplek P & K Jl. Olahraga IV No. 6 Kemanggisan Ilir Jakarta Barat.

Kiranya Tuhan Yesus Kristus selalu menyertai Ibu Suyatilah bagaimanapun kondisinya.

Amin.

Selasa, 10 November 2009

Renungan Khotbah Minggu, 8 Nopember 2009

MEMBERI DENGAN HATI

Rut 3:1-5, 4:13-17; Mzm. 127; Ibr. 9:24-28; Mark. 12:38-44

Pengantar

Makna memberi dengan hati hampir sering diucapkan oleh setiap orang yang merasa dirinya beradab dan beragama. Sehingga pembahasan hal “memberi dengan hati” bukanlah khas suatu agama tertentu atau suatu peradaban tertentu. Makna “memberi dengan hati” merupakan filosofi yang telah dipahami oleh umat manusia sepanjang sejarahnya, tetapi juga sekaligus yang sering diabaikan dalam sejarah hidup manusia. Sebagian dari sejarah hidup umat manusia mengisahkan para tokoh yang rela untuk memberikan apa yang dimiliki termasuk pula orang-orang yang mau mengurbankan hidupnya. Heroisme mereka ditandai oleh karakter kepahlawanan yang mau berkurban bagi sesamanya. Tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari ternyata lebih banyak umat manusia yang selalu berjuang untuk kepentingannya sendiri bahkan pula mereka tega untuk merebut hak milik orang lain dengan cara yang keji. Sejarah hidup manusia ditandai oleh umat yang memiliki spiritualitas kemurahan hati dengan selalu memberikan segala yang dimilikinya dengan hati yang tulus; sekaligus ditandai oleh umat yang berjiwa kikir dan kejam untuk selalu merebut segala hal yang dimiliki oleh sesamanya. Jika demikian, apakah fenomena memberi dengan hati yang tulus atau orang-orang yang sangat kikir dan gemar mengorbankan orang lain sekedar suatu cetusan karakter yang disandang seseorang sejak lahir? Jika memang orang-orang yang memiliki kemurahan hati disebabkan oleh karakter, maka kemurahan hati lebih banyak ditentukan oleh “nasib baik” yang membentuknya. Sebaliknya orang-orang yang kikir lebih banyak ditentukan oleh “nasib buruknya”. Dengan demikian, pembahasan mengenai panggilan untuk memberi dengan hati yang tulus akan menjadi suatu kesia-siaan belaka sebab panggilan tersebut menjadi tidak relevan dengan mereka yang terbelenggu oleh “nasib buruk”. Padahal sikap memberi dengan hati yang tulus bukanlah disebabkan oleh nasib baik, tetapi hasil dari spiritualitas yang proaktif.

Proaktif, Bukan Determinisme
Penjelasan tentang pengertian “proaktif” bukan sekedar suatu dorongan hati seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Proaktif bukan sekedar suatu inisiatif. Sebab di dalam pengertian proaktif lebih menekankan suatu inisiatif yang didasari oleh tanggungjawab moral sedemikian rupa, sehingga dia mampu mengambil suatu keputusan dan tindakan yang luhur bagi sesamanya. Itu sebabnya dalam pengertian proaktif, terkandung respon dan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan bertanggungjawab. Sangat terlihat dengan jelas bentukan kata “tanggungjawab” (responsibility) yang berasal dari kata “respon” dan “ability” yang memampukan seseorang untuk proaktif dalam suatu situasi. Karena mereka mampu memberi respon, maka mereka mampu memilih dari sekian kemungkinan yang tersedia untuk dijadikan dasar moral dari keputusan dan tindakannya. Dengan demikian seseorang yang proaktif untuk memberi dengan hati sesungguhnya orang-orang yang melakukan sesuatu dengan penuh kesadaran. Perilaku mereka untuk memberi dengan hati merupakan hasil atau produk dari pilihan sadar mereka. Pilihan etis-moril mereka ditentukan oleh nilai dan bukan ditentukan oleh kondisi eksternal ataupun kondisi internal perasaan. Karena itu orang-orang yang proaktif adalah orang-orang yang bebas dan jauh dari sikap tertekan atau ancaman apapun. Kebaikan dan kepedulian mereka pada hakikatnya hasil dari pilihan moril yang dilakukan dengan bebas. Tetapi tidaklah demikian sikap orang yang reaktif! Sebab orang-orang yang reaktif termasuk pula mereka yang terdorong untuk melakukan “perbuatan baik” lebih ditentukan oleh kondisi eksternal dan kondisi internal yang mempengaruhi diri mereka. Apabila kondisi eksternal dan kondisi internal mendukung, maka mereka akan melakukan hal-hal yang baik dan mulia. Tetapi apabila mereka dikuasai oleh kondisi eksternal dan kondisi internal yang tidak menyenangkan hati atau melukai, maka mereka akan berperilaku buruk. Sikap orang yang reaktif sebenarnya lebih bersifat deterministis. Orang yang reaktif sebenarnya tidak memiliki kebebasan, sebab dia lebih banyak dikendalikan oleh sesuatu. Sebaliknya seorang yang proaktif adalah para pribadi yang bebas dan mampu mengendalikan segala sesuatu di bawah nilai-nilai yang diyakini dengan benar.


Makna memberi dengan hati yang tulus tidaklah mungkin dilakukan oleh orang-orang yang cenderung untuk reaktif. Mungkin sesekali orang-orang yang reaktif mampu memperlihatkan suatu tindakan yang berani untuk berkurban. Mereka mungkin mampu memperlihatkan kepedulian untuk memberikan bantuan yang diperlukan oleh sesamanya. Tetapi segala perbuatan mereka yang tampak mulia dan penuh kasih itu tidak mampu bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Sebab dalam praktek hidup sehari-hari mereka akan lebih banyak memperlihatkan gejolak perasaan dan karakter khas mereka yang sesungguhnya. Yang mana kehidupan mereka lebih dominan ditandai oleh sikap yang serba emosional, tidak tulus dalam memberi, mengharap pamrih dan mencari puji-pujian atau kehormatan. Sehingga mereka akan kembali bersemangat untuk memberi dan mempersembahkan sesuatu apabila orang-orang di sekitarnya memberi pujian. Sebaliknya mereka akan menjadi tidak bersemangat dan patah arang saat orang-orang di sekelilingnya tidak memberikan pujian sebagaimana yang diharapkan. Jadi seharusnya makna memberi dengan hati yang tulus tidaklah ditentukan oleh lingkungan sekitar atau reaksi orang-orang yang menjadi “obyek” dari tindakan kasih tersebut.


Bukan Spiritualitas Panggung

Kadang-kadang timbul pertanyaan di dalam hati saya saat menyaksikan perbedaan yang mencolok hasil persembahan yang diserahkan dengan maju ke depan dengan persembahan yang diserahkan dengan cara konvensional “tersembunyi”. Umumnya hasil persembahan yang diserahkan dengan maju ke depan mimbar jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan suatu persembahan yang diserahkan dengan cara yang “tersembunyi”. Tampaknya terdapat efek “psikologis” yang begitu berpengaruh bagi anggota jemaat yang teknis penyerahan persembahannya dilakukan di depan mimbar ketimbang hanya dilakukan dalam posisi duduk. Tentunya efek tersebut bukan ditentukan karena sekedar masalah teknis anggota jemaat tersebut menyerahkan persembahannya dengan cara duduk atau berdiri. Tetapi tampaknya “psikologis” anggota jemaat akan merasa lebih luhur saat mereka menyerahkan persembahannya dengan cara maju ke depan mimbar, dan mereka merasa kurang luhur saat menyerahkan persembahannya dalam posisi duduk. Perasaan yang muncul di sini tentunya bukan sekedar suatu persepsi emosi anggota jemaat dalam menghayati makna pemberian atau persembahannya. Tetapi di balik hal yang tampaknya teknis tersebut sebenarnya mencerminkan karakter dasar dan spiritualitas para anggota jemaat. Jadi lebih tepat anggota jemaat telah mengekspresikan kecenderungan sikap reaktif ataukah sikap proaktifnya. Apabila mereka terdorong untuk memberi lebih banyak saat harus menyerahkan persembahannya adalah disebabkan mereka dipengaruhi oleh penilaian dan pandangan orang lain. Mereka terdorong untuk memberi lebih banyak dengan sikap saleh karena mereka sadar bahwa saat itu mereka sedang menjadi pusat perhatian. Sikap reaktif mereka identik dengan spiritualitas panggung, di mana mereka menjadikan pemberian atau persembahan sebagai ajang tontonan. Dengan demikian seseorang yang reaktif selalu mengukur pemberiannya berdasarkan sorotan penilaian orang lain.


Di Mark. 12:38-40 menyaksikan bagaimana Tuhan Yesus mengingatkan agar para murid tidak mengikuti jejak spiritualitas para ahli Taurat yang gemar mencari pujian dan kehormatan di depan orang banyak. Sebab para ahli Taurat gemar mengenakan pakaian keagamaan mereka dengan berjalan-jalan di pasar agar orang-orang yang berjumpa mau menyapa dan memberi penghormatan yang khusus. Pakaian keagamaan sengaja mereka kenakan agar Allah menyelubungi mereka dengan aura kekudusan, sehingga mereka memperoleh penghormatan yang tidak semestinya dari orang-orang sekitar. Spiritualitas panggung senantiasa merendahkan Allah dan karyaNya sebagai tontonan murah, tetapi pada saat yang sama mereka berupaya merebut kemuliaan Allah untuk kepentingan diri sendiri. Itu sebabnya spiritualitas panggung menghasilkan sikap yang serba munafik dan jauh dari sikap kasih kepada Allah serta sesamanya. Sehingga orang-orang dengan spiritualitas panggung tidak akan segan-segan mengeluarkan dana atau pemberian yang besar asalkan seluruh persembahan mereka diliput besar-besaran oleh media massa. Semakin besar media massa dan para penonton yang menyaksikannya, maka semakin besar pula jumlah dan aksi persembahan mereka. Media panggung sering menjadi daya rangsang bagi mereka untuk melakukan kebaikan dan pemberian kasih secara demonstratif. Singkatnya mereka tidak memberi karena kasih yang lahir dari hati mereka, tetapi memanipulasi pemberian kasih untuk memperoleh pujian dan penghormatan.


Motif Dan Teologi

Makna persembahan sering dipahami hanya sekedar sebagai suatu kewajiban agamawi. Umat merasa wajib memberikan persembahan agar Allah memberikan berkat dan rezekiNya. Itu sebabnya umat terdorong untuk memberikan persembahan dalam jumlah yang banyak agar mereka dapat memperoleh berkat yang berkelimpahan. Dengan demikian melalui ritus persembahan, secara tidak sadar mengungkapkan motif dan teologi umat. Persembahan mengungkapkan isi harapan, keinginan dan tujuan yang menjadi dasar motivasi kita dalam memberi. Sekaligus persembahan mengungkapkan bagaimanakah kerangka dan isi teologi umat tentang gambaran mereka tentang Allah. Jika mereka memiliki gambaran Allah sebagai pribadi ilahi yang dapat dipengaruhi oleh jumlah atau besarnya suatu persembahan, maka mereka akan memberikan persembahan dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya sehingga Allah akan membalas dengan berkat yang lebih berlimpah. Motif dan teologi mereka adalah Allah dapat disuap oleh besarnya persembahan. Padahal Allah dalam iman Kristen bukanlah Allah yang dapat dipengaruhi atau disuap oleh jumlahnya persembahan. Di Yes. 1:11, Allah berfirman: “Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak? - firman Tuhan. Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan, darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai”. Orang-orang kafir pada zaman dahulu sebenarnya mampu memberi lebih. Mereka sudah biasa mempersembahkan kepada para dewanya lebih dari pada sekedar hewan. Sebab orang-orang kafir pada zaman dahulu tidak segan-segan untuk mempersembahkan anaknya laki-laki atau perempuan untuk menyenangkan hati para dewanya (Ul. 18:10). Motif dan teologi mereka adalah Allah atau para dewa dapat dikendalikan oleh upaya manusia melalui persembahannya. Sehingga dengan motif dan teologi yang demikian, mereka tidak merasa perlu memperhatikan nilai ketulusan hati. Sebab yang terpenting adalah umat mampu mengatur kemauan Allah menurut ritual dan persembahan mereka.


Di Mark. 12:41 menyaksikan bagaimana banyak orang kaya memberikan persembahan dalam jumlah yang besar. Dalam hal ini penilaian Injil Markus terhadap beberapa orang kaya yang memberikan persembahan didasarkan pada penilaian Tuhan Yesus. Yang mana Tuhan Yesus menilai bahwa beberapa orang kaya tersebut memberikan persembahannya dengan motif dan teologi yang tidak benar. Dengan kemaha-tahuanNya, Kristus membaca isi hati umat. Dengan demikian ayat firman Tuhan di Mark. 12:41 tidak boleh dipakai oleh jemaat untuk menilai persembahan yang dilakukan orang kaya saat mereka beribadah. Kita tidak boleh menyamakan begitu saja persembahan orang kaya yang dikisahkan oleh Injil Markus dengan orang kaya yang kita jumpai saat mereka memberi persembahan. Sebab tujuan kesaksian Injil Markus tersebut adalah mengingatkan umat Allah sepanjang zaman agar mereka menyadari dengan sikap waspada bagaimanakah motif dan teologi mereka saat memberikan persembahan kepada Allah. Apakah motif dan teologi mereka lahir dari hati yang murni saat mereka memberikan persembahan, ataukah motif dan teologi mereka bertujuan untuk memperoleh keuntungan duniawi dengan upaya untuk mempengaruhi Allah. Itu sebabnya Injil Markus sengaja mengontraskan persembahan orang kaya yang memberikan uang dalam jumlah yang besar dengan persembahan seorang janda yang hanya memberi dalam jumlah yang sangat kecil. Terhadap persembahan janda tersebut, Tuhan Yesus memberikan penilaian yang mengejutkan, yaitu: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan” (Mark. 12:43). Dasar teologi Tuhan Yesus adalah: “Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya yaitu seluruh nafkahnya” (Mark. 12:44). Dari sudut nilai ekonomis persembahan janda tersebut sangat tidak berarti dibandingkan dengan persembahan dari para orang kaya. Tetapi dari sudut penilaian Allah, persembahan janda tersebut lebih besar dan bernilai sebab dia tulus memberikan dari seluruh nafkah atau harta yang dimiliknya. Sebaliknya persembahan uang orang kaya yang begitu banyak tidak selalu mencerminkan persembahan hatinya. Seberapa besar ungkapan syukur para orang kaya dalam mempermuliakan dan mengasihi Allah? Sering dalam praktek kehidupan jumlah persembahan para orang kaya yang sangat besar itu ternyata masih sangat kecil dengan jumlah investasi yang disimpan dan digunakan untuk memuaskan berbagai kepentingan pribadi. Seharusnya motif dan teologi persembahan kita mencerminkan persembahan hidup kita yang total dan menyeluruh. Rasul Paulus berkata: “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati” (Rom. 12:1).


Pengorbanan Kristus Sebagai Model

Surat Ibrani menyaksikan bagaimana kematian Kristus bukan sekedar mampu membawa Dia ke tempat kudus Allah, tetapi Dia menghadap hadirat Allah guna untuk membela kepentingan kita. Ibr. 9:24 berkata: “Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita”. Peristiwa kematian Kristus bukan sekedar suatu kematian martir dari seorang yang hidup benar dan kudus di hadapan Allah. Tetapi lebih dari pada itu kematian Kristus berfungsi sebagai karya pendamaian Allah dengan manusia, sehingga Dia berperan sebagai Imam Besar yang membawa korban darahNya sendiri di hadapan Allah. Karena itu selaku Imam Besar yang agung, Kristus tidak membawa darah korban dari hewan sesuai ketentuan hukum Taurat ke hadirat Allah. Darah hewan yang tidak bercela tidaklah mungkin dapat menghapus dan membenarkan dosa umat manusia. Hewan yang dikorbankan menurut hukum Taurat hanyalah lambang dari karya pengorbanan Kristus yang mendamaikan. Itu sebabnya Kristus membawa darah korban darahNya yang sempurna sehingga Dia dapat menebus dan menyucikan setiap dosa dan kesalahan kita. Kematian Kristus di atas kayu salib mampu mendamaikan dan membenarkan manusia, karena kematianNya merupakan wujud dari persembahan hidupNya selaku Anak Allah. Dengan demikian makna persembahan kita seharusnya merupakan ungkapan syukur atas karya pengorbanan Kristus yang telah terjadi. Persembahan atau pemberian dalam kehidupan kita sama sekali bukan bertujuan agar kita memperoleh keselamatan dan pembenaran dari Allah. Singkatnya persembahan atau pemberian yang kita lakukan bukanlah untuk memperoleh pahala keselamatan. Sebab realitas keselamatan tidaklah dapat diupayakan dengan jerih-payah, persembahan dan pengorbanan manusia. Realitas keselamatan dari Allah merupakan wujud dari anugerah Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam pengorbanan Kristus. Ini berarti persembahan atau pemberian yang kita lakukan seharusnya meluap dari kemurahan dan kasih Allah yang berpusat kepada penebusan Kristus di atas kayu salib. Motif dan teologi persembahan kita adalah keselamatan Allah di dalam Kristus.


Namun betapa sering wujud persembahan atau pemberian hati kita dilepaskan dari karya penebusan Kristus. Sebab persembahan atau pemberian kasih yang kita lakukan sekedar suatu ekspresi dari kasih yang philantropis. Arti dari kasih yang philantropis menunjuk kepada suatu kepedulian yang didasari pada kedermawanan sosial. Padahal tindakan kedermawanan sosial (kasih yang philantropis) pada akhirnya akan berpusat kepada diri sendiri. Mereka memang sangat peduli dengan penderitaan dan pergumulan sesama, tetapi mereka gagal mempertemukan sesama yang menderita dengan Allah. Mereka cukup peduli dengan memberi bantuan yang diperlukan oleh sesama yang menderita, tetapi mereka gagal menempatkan penderitaan sesama dalam dimensi vertikal. Padahal makna persembahan atau pemberian hati seharusnya mampu menjembatani sesama untuk mengalami kehadiran Allah secara vertikal dan horisontal. Dengan demikian makna persembahan atau pemberian hati juga tidaklah identik dengan wujud dari bangunan dimensi vertikal saja (ritual religius). Ketidakseimbangan makna persembahan atau pemberian hati yang dilakukan oleh umat dapat terjadi karena bangunan dimensi vertikal sering tidak simetris dengan dimensi horisontal atau sebaliknya. Yang mana ketidak-simetrisan dimensi horisontal dan vertikal tersebut disebabkan hilang atau lepasnya Kristus sebagai pusat dan model yang esensial dari spiritualitas kita. Padahal Kristus selaku Imam Besar yang agung ditetapkan oleh Allah sebagai pengantara Allah (dimensi vertikal) dan manusia (dimensi horisontal) melalui inkarnasiNya. Jika demikian peristiwa inkarnasi Kristus dan karya penebusanNya seharusnya menjadi sumber yang memancar dan menginspirasi seluruh aspek kehidupan kita dalam hubungannya dengan Allah, dan hubungan kita dengan sesama. Pada saat kita menempatkan karya penebusan Kristus sebagai pusat hidup kita, maka kita dimampukan untuk mempersembahkan atau memberikan hati kita secara benar di hadapan Allah dan sesama.


Inklusif, Bukan Eksklusif

Karya penebusan Kristus selaku Imam Besar yang agung Allah pada hakikatnya terarah kepada dunia yaitu seluruh umat manusia. Dengan demikian sifat keterarahan persembahan dan pemberian hati kita seharusnya bersifat inklusif, yaitu kepada setiap sesama tanpa mempedulikan latar-belakang etnis, agama, filosofi, sosial-budaya dan adat-istiadat. Karya penebusan Kristus membuka akses yang memungkinkan setiap orang menerima anugerah keselamatan dan pengampunan Allah. Persembahan hidupNya bersifat inklusif, sehingga tidak ada seorangpun di antara umat manusia yang tidak berada dalam jangkauan kasihNya. Sehingga kita telah tersesat manakala kita mencoba untuk mempersempit wilayah kasih dan anugerah Kristus, yaitu hanya mempedulikan dan mengasihi sesama yang satu etnis atau satu agama dengan kita. Padahal persembahan hidup Kristus yang bersedia mengorbankan nyawaNya bertujuan untuk menjadi sumber yang memancarkan keselamatan kepada setiap umat. Karya keselamatan Kristus seperti air sungai yang terus mengalir untuk membasahi, menyirami dan menghidupi setiap bagian dari tanah yang dilewatiNya. Sehingga sejarah kehidupan umat manusia seharusnya ditandai oleh kelimpahan rahmat Allah dalam karya penebusan Kristus. Melalui Kristus, setiap umat dipanggil untuk saling memberkati dan mempersembahkan hidupnya untuk kemuliaan Allah. Namun umat yang telah menerima rahmat dan pengampunan Kristus tersebut ternyata memberikan respon yang beraneka-ragam. Di antaranya mereka lebih memilih untuk menyalurkan rahmat dan keselamatan Allah untuk kelompok dan golongannya sendiri. Juga di antaranya juga lebih memilih untuk memanipulasi rahmat dan keselamatan Allah untuk mencapai tujuan dan keinginan yang duniawi.


Dalam peristiwa gempa bumi di wilayah Jawa Barat dan Sumatra Barat dijumpai beberapa kasus yang menyedihkan hati. Para petugas tega untuk menuntut bayaran yang tinggi kepada keluarga korban yang dianggap tidak satu etnis atau berbeda agama. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu semakin sadar bahwa negara-negara yang sering dianggap “kafir” seperti Amerika Serikat dan Australia justru datang memberi pertolongan kepada siapapun yang membutuhkan tanpa mempedulikan latar-belakang etnis dan agama. Dalam situasi yang demikian, apakah terbukti benar bahwa kita membutuhkan RUU medis yang mewajibkan agar pasien yang menderita hanya boleh ditangani oleh dokter yang seiman. Seandainya RUU medis tersebut diterapkan dalam kasus bencana alam akan dijumpai begitu banyak korban yang harus mati secara sia-sia. Pola pikir yang dangkal tersebut selain tidak realistis, juga hanya menunjukkan sikap teologi yang jauh dari sikap kasih. Padahal teologi seharusnya menghadirkan realitas kasih dalam kehidupan nyata bersama dengan sesama yang berbeda tetapi berada dalam satu naungan rahmat Allah. Yang mana rahmat Allah di dalam Kristus bersifat inklusif. Semua umat manusia berada dalam karya penebusanNya. Hanya bedanya ada di antara mereka yang memilih untuk menolak dan ada pula yang percaya kepada Kristus dengan hidup sebagai orang-orang yang telah diperbaharui.


Panggilan

Makna memberi dengan hati bukanlah sekedar suatu ungkapan kedermawanan sosial. Demikian pula memberi dengan hati juga bukan sekedar suatu ungkapan ritual religius. Memberi dengan hati merupakan sikap iman yang proaktif sebab dilandasi oleh kasih dan keselamatan Allah di dalam pengorbanan Kristus. Sehingga makna memberi dengan hati pada hakikatnya mengungkapkan dan mengkomunikasikan isi hati Allah yang mengasihi setiap umat manusia. Hati Allah selalu memancarkan berkat kepada setiap umat tanpa terkecuali. Sehingga tindakan kita memberi dengan hati bertujuan untuk membawa sesama berjumpa dengan Allah sang sumber keselamatan. Dengan demikian motif dan teologi persembahan kita adalah seharusnya menempatkan karya keselamatan Allah di dalam Kristus sebagai sumber kasih dan rahmat yang terus mengalir untuk memberi hidup. Jika demikian makna persembahan atau pemberian hati kita tidak perlu membutuhkan media panggung untuk mengekspos diri kita. Juga kita tidak membutuhkan suatu nilai kuantitatif dalam persembahan sebagai tolok-ukurnya. Sebab yang menjadi pusat dan tolok-ukur seluruh persembahan kita ditentukan oleh seberapa murni hati kita mengasihi Allah. Apabila kita mengasihi Allah dengan segenap hati, maka seberapa kecilnya persembahan yang kita berikan menjadi suatu persembahan yang hidup dan berkenan. Sebaliknya apabila kita kurang mengasihi Allah, maka seberapa besarnya persembahan yang kita berikan akan menjadi suatu persembahan yang menjijikkan Allah. Jika demikian, bagaimanakah sikap hati saudara dalam mengasihi Allah? Amin.


Pdt. Yohanes Bambang Mulyono

Minggu, 08 November 2009

Hasil PESPARAWI GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat

Dengan penyertaan Tuhan Yesus Kristus, PESPARAWI GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat telah berlangsung dengan baik.

Selamat kepada PS (Paduan Suara) GKJ Pamulang yang menjadi terbaik, terima kasih kepada peserta yang lainnya yang dengan sungguh-sungguh juga menyanyikan dengan suara yang terbaik bagi Tuhan.

Panitia dalam hal ini GKJ Grogol Jakarta merasakan masih banyak kekurangan di sana-sini, oleh karena itu dengan kerendahan hati kami selaku panitia memohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya, semoga ini menjadi pelecut bagi kami agar dapat berbuat yang lebih baik lagi di masa-masa mendatang.

Matur nuwun, Tuhan Yesus memberkati kita semua

Jumat, 06 November 2009

PESPARAWI GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat


Pada hari Sabtu, tanggal 7 Nopember 2009 akan dilaksanakan PESPARAWI (Pesta Paduan Suara Gerejawi) GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat, bertempat di aula UKRIDA Lt. 7 Jl. Tanjung Duren Raya Jakarta Barat

PESPARAWI diikuti oleh seluruh Anggota GKJ Klasis Jakarta Bagian Barat, yaitu :
  1. GKJ Grogol ( Selaku Host )
  2. GKJ Joglo
  3. GKJ Tangerang
  4. GKJ Kanaan
  5. GKJ Nehemia
  6. GKJ Eben Haezer
  7. GKJ Depok
  8. GKJ Yeremia
  9. GKJ Pamulang
Selamat memuji Tuhan Yesus Kristus

Rabu, 04 November 2009

Kristen Eropa Mati Suri

Tiba di Oxford, Inggris pada pertengahan September lalu udara dingin
menyambut saya. Di kota ini masih banyak --dan betul-betul di
dilestarikan--bangunan-bangunan tua yang kokoh dengan arsitektur zaman
pertengahan.

Universitas Oxford adalah identitas lain yang menjulangkan nama kota
ini di dunia. Ada sebuah peristiwa kecil yang unik ten-tang
perpustakaan. Sebelum menerima kartu perpustakaan, semua anggota harus
bersumpah--teks sudah disediakan dari berbagai bahasa Inggris, Prancis,
Jerman, dan Indonesia--untuk tidak akan merusak, membakar, dan mencuri
buku-buku milik perpustakaan. Sumpah ini dilakukan karena dalam
sejarah pernah terjadi pembakaran terhadap perpustakaan Oxford yang
menghanguskan ribuan judul buku dan manuskrip. Kini Oxford memiliki
koleksi buku dan dokumentasi paling besar di dunia dengan 12 juta
judul buku.

Di Oxford juga banyak bangunan gereja, bahkan yang berusia 700 tahun.
Dari arsitektur-arsitektur yang ada saya dapat membayangkan kemajuan
peradaban telah melanda negara itu ratusan tahun lampau, saat
barangkali kita di Indonesia masih telanjang. Pada gereja-gereja tua
itu terdapat nama-nama, lengkap dengan tahun kematian mereka.
Tampaknya didedikasikan bagi orang-orang yang melayani atau tokoh
tertentu.

Gereja-gereja Kian Kosong

Kali ini saya menyaksikan sendiri gereja-gereja yang kian kosong dan
berubah fungsi jadi klub malam, masjid, bar, perpustakaan, sekolah,
bahkan menjadi kuil agama Sheikh. Di Kota Sheffield sebuah gereja
beraliran Anglikan yang tak bertuan lagi "diselamatkan" oleh orang-
orang China yang cinta Tuhan dan mengubahnya menjadi gereja mereka.
Melihat gereja-gereja yang kosong dan sudah berubah fungsi ini Roh
Kudus berbisik di hati saya, "Lihat bangunan ini saksi bisu dari
Spiritual Death of Europe!" Saya terkejut dengan bisikan itu. Saya
bertanya ke mana semua manusia yang pernah mempunyai bapak, ibu,
nenek, kakek Kristen, yang beribadah di gereja itu? Pada gereja-gereja
yang bangunannya menjulang tinggi dan besar itu saya membayangkan daya
tampungnya. "Pasti bisa masuk sekitar 1.000 orang," batin saya.

Satu ketika saya menginap di keluarga "Indonesia" di London. Sang
suami sudah menjadi warga negara Belanda sementara istrinya telah
menjadi warga Amerika. Kami berdis-kusi tentang kekristenan di
Inggris. Kami mempunyai keprihatinan yang sama tentang kehidupan
rohani orang Inggris. Banyak di antara mereka menganggap bahwa gereja
sudah tidak relevan lagi. Hari Minggu adalah waktu yang santai di
rumah dan pergi shopping. Apakah itu artinya mereka sudah jadi ateis?
Tentu ada, tapi pasti tidak semua. Banyak orang Eropa yang tidak ke
gereja lagi walaupun mereka masih mengakui Tuhan. Mereka menganggap
gereja mengajarkan banyak mitos yang berisi dogma dan kebohongan-
kebohongan lain.

Satu ketika dalam perjalanan kereta api London-Oxford, saya berkenalan
dengan seorang Inggris yang naik dari kota Reading. Dia bertanya dalam
rangka apa saya berada di Oxford? Saya bilang studi Misi. Di
telinganya kata "misi" sangat aneh. Ia minta saya mengulangi lagi kata
itu. Lalu saya terangkan peker-jaan saya sebagai rohaniwan yang sedang
studi Misi Kristen di Inggris. Ia minta lagi diterangkan Misi Kristen
itu apa?

Setelah berbincang-bincang saya tahu ia seorang yang skeptis terhadap
agama, apalagi agama Kristen. Ia mengatakan setiap saat ia berdoa.
"Berdoa kepada siapa?" tanya saya. "Well, berdoa kepada Sesuatu yang
Maha...," begitu komentarnya. Ia mempunyai Alkitab, tapi tak tertarik
membacanya dan dianggap banyak mitos. Ia mengkritik kekristen-an
sebagai agama "yang tak tahu diri", dan sok suci padahal dalam sejarah
membunuh orang yang mengatakan kebenaran sains. Belakangan gereja
mengakui kebenaran sains itu. Ia lebih mempercayai teori big bang dan
teori Darwin. Ia juga berkisah, katanya dulu orangtuanya pernah ke
gereja, tapi sudah berhenti ke gereja sejak ia masih kecil.

Saya berusaha menginjilinya. Saya mencoba meyakinkan dia bahwa kalau
ada sesuatu hal yang salah yang pernah gereja lakukan bukan berarti
kebenaran yang sesungguhnya menjadi terbantahkan. Dengan berbagai cara
saya memberitakan siapa Kristus Yesus, baik dengan pendekatan
filosofis, Alkitab dan pragmatis-empiris. Ia cuma cengegesan dan
menganggap saya belum tahu apa-apa. Ia bilang, dengan pekerjaannya
sekarang sebagai pembuat video games, dapat menghibur orang di seluruh
dunia. Itu cukup membuat hidupnya "bermakna."

Mengapa Kekristenan Mati

Saya coba menganalisa mengapa masyarakat di negara-negara Eropa-meski
pun tidak semua-meninggalkan Kekristenan. Pertama, pengaruh
sekulerisme di mana globalisasi telah membuat kehidupan di berbagai
bidang makin mapan. Kemudahan-kemudahan dalam segala aspek membuat
kerinduan orang akan Tuhan dan persekutuan dengan gereja-Nya tidak
lagi begitu mengebu-gebu.

Kedua, teologia yang tidak lagi berlandaskan iman pada Alkitab dan
kepada Tuhan Yesus Kristus. Para pendeta yang ditahbiskan di gereja-
gereja itu adalah lulusan dari sekolah-sekolah teologi yang tidak lagi
beriman kepada Alkitab sebagai firman Allah. Penelitian terhadap Yesus
Sejarah telah membuat banyak orang di Barat menganggap bahwa gereja
selama ini telah merekonstruksi Yesus secara "salah." Menurut mereka
Yesus bukan Tuhan dan Juruselamat.

Ketiga, adalah gagalnya gereja-gereja memuridkan jemaat untuk memiliki
hubungan yang kuat dengan Juruse-lamatnya. Gereja hanya mementingkan
organisasi dan dogma yang kaku. Alkitab hanya didekati secara
metodologis dogmatis semata. Padahal juga adalah serangkaian kesaksian
hidup perjumpaan dan perjalanan bersama Tuhan yang bangkit, dan yang
masih mempunyai kesinambungan dengan kehidupan iman masa kini. Roh
Kudus yang menyambungkan mata rantai pengalaman dan kesaksian zaman
Alkitab dengan kehidupan masa kini gagal dilihat dan dialami.

Hilangnya pengalaman akan Roh Kudus yang dinamis itu membuat orang
lebih suka berspekulasi dan meletakkan iman mereka kepada apa yang
disebut "penemuan". Tetapi apa yang para penganut teologi kritis (high
criticism) temukan sebenarnya bukan penemuan, karena sejak zaman Tuhan
Yesus, dan pada gereja mula-mula sudah banyak usaha untuk mematikan
kesaksian itu dan secara politis, orang-orang skeptis berusaha untuk
mengkondisikan penyangkalan akan Kristus yang bangkit.

Teologi para skeptis ini melihat perwujudan Kerajaan Allah dari aspek
sosial dan transformasi fisik belaka. Gerak Roh Kudus dibatasi, lebih
digairahkan untuk mempercayai dogma-dogma yang bersifat filosofis.
Perhatikanlah orang-orang yang "terhilang" tersebut, pasti pada
umumnya orang-orang yang frustasi dan yang tidak mempunyai hubungan
yang kuat dengan Roh Kudus. Mereka lebih mencintai hikmat dunia ini.
Orang yang punya hubungan kuat dengan Roh Kudus bukan berarti orang
yang tidak mementingkan pengetahuan teologi dan filsafat. Banyak orang
jenius yang begitu committed dalam imannya dan tak terpengaruh menjadi
liar.

Teladan daniel

Tuhan Yesus sudah ribuan tahun yang lalu memperingatkan bahwa jika
orang-orang yang menyebut dirinya sebagai umat Allah itu tidak lagi
menyembah Dia, Ia sanggup membangkitkan batu-batu untuk menyembah-Nya.
Artinya, Tuhan tidak menyayangkan generasi yang menolak Dia. Ia tidak
kurang kemuliaan hanya karena orang-orang meninggalkan Tuhan (dan
sebagai konsekuensinya meninggalkan gereja). Ia tetap membangkitkan
generasi-generasi yang berkomitmen kepada ke-Tuhanan-Nya serta
kebenaran Alkitab. Itu sebabnya orang-orang tulus dan polos ini--yang
bangkit dari negara-negara Afrika dan Asia pada umumnya--menjadi tanah
yang subur bagi lawatan Roh Kudus. ( komen : bisa ajah nih komentar
tentang penipuannya )

Teologi harus terus lurus dan berlandaskan Alkitab sebagai firman
Allah. Setiap orang yang mencintai hikmat, harus merenungkan kisah
Daniel. Daniel seorang yang mendapat pendidikan tinggi di Babel. Ia
bahkan "dipaksa" menjadi orang Babel dengan mengganti namanya. Ia
mempelajari kesusastraan Babel. Penguasa Babel coba mencuci otak
Daniel dan kawan-kawannya. Namun, Alkitab menegaskan bahwa Daniel
tidak menajiskan dirinya dengan apa yang di-makan, dipikirkan,
dihidupi dan diimani oleh orang Babel. Gereja di Indonesia harus
merenungkan kenyataan ini!

Junifrius Gultom
Penulis sedang studi PhD di Universitas Oxford, Inggris.

Selasa, 03 November 2009

Berkenalan Dengan GKJ Kenalan


Sakit Keras
-----------
Cerita ini berawal dari sakitnya Sumari, istriku tercinta. Sudah
sekitar tujuh bulan dia tergeletak lemah tak berdaya di rumah akibat
penyakit yang tidak jelas. Segala upaya kulakukan demi kesembuhan
ibu dari anak-anakku itu. Beberapa tetanggaku menyarankan supaya aku
datang pada "orang pintar" yang cukup terkenal di daerah kami.
Karena belum percaya Yesus dan terdorong keinginan kuat supaya
istriku sembuh, aku turuti saja saran mereka. Hampir 10 dukun sudah
aku datangi namun tidak ada hasilnya. Bagaimana bisa berhasil kalau
cara pengobatannya aneh? Obat dari dukun hanya berupa segelas air
putih mentah yang diberi bunga mawar, kenanga, kanthil dicampur
arang dari dupa yang telah dibakar. Air segelas itu harus diminum
sampai habis. Meski tidak masuk akal, entah kenapa aku dan istriku
percaya dan menuruti petunjuk dukun itu. Sakit istriku tidak kunjung
sembuh malah sebaliknya semakin parah saja.

Setelah lelah, berobat ke sana kemari, aku datang pada Pak Jasmin,
seorang penyuluh pertanian yang bertugas di desaku. Aku ceritakan
semua tentang istriku dan usaha yang telah kulakukan. Kemudian Pak
Jasmin yang juga anggota majelis GKJ Ngablak itu menawarkan untuk
mendoakan istriku secara Kristen. Meski belum pernah mengenal Yesus,
aku rela saja istriku didoakan dalam nama Yesus karena aku sangat
ingin dia sembuh. Tim doa GKJ Ngablak yang terdiri dari tujuh orang
itu lalu mengunjungi rumahku. Mereka bersatu hati mendoakan istriku
yang semakin hari semakin lemah saja. Sebelum pulang, mereka
menganjurkan supaya istriku dibawa ke dokter saja. Herannya, istriku
langsung menuruti anjuran mereka padahal sebelum itu dia tidak
pernah mau kalau diajak berobat ke dokter. Mungkin Tuhan sendiri
yang membuka hatinya. Hasil pemeriksaan dokter membuat hatiku miris.
Bagaimana tidak? Ternyata ada tumor yang cukup ganas bersarang di
rahim istriku. Dengan hati sedih, aku membawanya ke RS Dr. Karyadi
untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif. Menurut dokter,
akar tumor itu sudah menjalar ke mana-mana sehingga tidak dapat
diangkat. Satu-satunya pengobatan adalah dengan cara disinar saja.
Namun itu pun tidak dapat segera dilaksanakan karena Hb istriku
terlalu rendah. Baru setelah seminggu dirawat, istriku dapat disinar
(dibestral). Di rumah sakit itu, istriku tinggal sekamar dengan
pasien kanker kandungan lainnya. Selama dirawat tiga bulan, istriku
menyaksikan teman-teman sekamarnya meninggal satu per satu. Hanya
dia yang dapat bertahan. Peristiwa tersebut tidak membuat istriku
takut ataupun patah arang. Dia tetap semangat bahkan punya
kemantapan dapat sembuh dari penyakit ini. Keyakinan ini
didapatkannya setelah dia percaya dan menerima Yesus sebagai
Juruselamat.

Memang selama dirawat di rumah sakit, tim doa dari GKJ Ngablak
dengan tekun membesuk dan mendoakan istriku. Dukungan inilah yang
menyemangati istriku untuk bertahan hidup. Bahkan, dia pun mulai
belajar berdoa dengan cara Kristen. Sejak mengenal Yesus, aku juga
rajin berdoa dan mengadakan persekutuan doa di rumahku seminggu
sekali. Itulah yang menguatkan aku.

Pamit Pada Warga
----------------
Sementara itu, keadaan istriku semakin parah saja. Suatu hari, dia
sempat tidak sadar selama beberapa saat. Saat kejadian itu
berlangsung, aku sedang di rumah sibuk memanen tembakau. Saking
sibuknya, aku sampai lupa berdoa. Namun, Tuhan itu tetap baik.
Akhirnya, istriku sadar kembali. Jika ditanya, apa yang dirasakan
selama tidak sadar 30 menit itu istriku selalu tidak dapat
menjelaskan. Selama sakit, istriku pernah bermimpi didatangi oleh
seorang laki-laki berkerudung putih. Laki-laki yang wajahnya tidak
begitu jelas itu lalu menjamah dan menyembuhkannya. Betapapun aku
sudah berdoa dan beriman pada Yesus, sisi kemanusiaanku masih saja
muncul. Hatiku tetap diliputi keraguan, apakah istriku benar-benar
dapat sembuh? Data medis menunjukkan, secara akal manusia istriku
tidak dapat disembuhkan lagi.

Namun ternyata kuasa Tuhan melampaui segala akal manusia. Dari hari
ke hari, keadaan istriku mulai membaik. Aku sangat percaya, ini
adalah pekerjaan Tuhan saja. Karena itu, aku semakin percaya pada
Yesus. Kemantapan hatiku untuk beriman pada Yesus ini langsung
kusampaikan pada warga. Suatu hari aku mengumpulkan beberapa tokoh
warga dari dua dusun di bawah pemerintahanku dalam suatu pertemuan
yang kami sebut dengan rembug desa. Dalam pertemuan ini, aku
menceritakan tentang keadaan istriku yang semakin membaik karena
didoakan oleh Tim Doa dari GKJ Ngablak. Aku lalu menyatakan
keinginanku untuk percaya pada Yesus dan memeluk agama Kristen. Puji
Tuhan, beberapa tokoh itu tanpa paksaan siapa pun menyatakan
keinginan yang sama.

Bersama dengan mereka dan didukung oleh pendeta dan majelis dari GKJ
Ngablak, aku merintis ibadah di desaku.

Tempat Berpindah-pindah
-----------------------
Sekitar 150 warga yang berasal dari tiga desa hadir dalam kebaktian
perdana yang diselenggarakan pada minggu pertama bulan April 1974.
Kenyataan ini sangat menggembirakanku. Kebahagiaanku bertambah,
tatkala dokter mengizinkan istriku dibawa pulang karena keadaannya
sudah membaik. Sebelum pulang, aku sempat bertanya kepada dokter
apakah istriku benar-benar sembuh. Dokter pun menjawab, bahwa kanker
tidak dapat sembuh total, harus tetap kontrol ke dokter. Aku pun
pasrah saja. Kepulangan istriku dari rumah sakit, disambut gembira
oleh para warga. Bayangkan, istriku yang sakit sudah sekian lama
akhirnya dapat sembuh hanya oleh mukjizat dari Tuhan. Kesembuhan
istriku, mendorong 153 warga desa meminta untuk dibaptis. Ya,
akhirnya hati mereka pun terbuka dan menerima Tuhan Yesus sebagai
Juru Selamat pribadinya. Itu terjadi pada bulan Desember 1974 yang
kemudian dijadikan tonggak berdirinya gereja kami.

Selama kurang lebih empat tahun, kami tidak mempunyai gedung gereja.
Kebaktian diadakan berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain.
Hingga suatu saat, muncul kesadaran pada warga untuk memiliki
sendiri rumah ibadah. Sebagai ungkapan syukurku pada Tuhan, aku
menyerahkan sebidang tanah untuk dibangun gereja. Namun untuk
membangunnya kami masih membutuhkan dana yang tidak sedikit. Tuhan
lalu mengirimkan hamba-Nya dari Kanada untuk membantu kami. Dana
sebanyak Rp. 1.700.000,00 yang diberikannya sangat berarti bagi
kami. Akhirnya, kerinduan untuk memiliki gedung gereja dapat
terwujud meski masih sangat sederhana. Walau begitu, gedung gereja
kami dapat membawa berkat bagi warga desaku, baik yang percaya Yesus
maupun tidak. Gedung itu berfungsi ganda. Hari Senin hingga Sabtu,
tempat itu dipakai untuk sekolah sedangkan hari Minggu untuk
ibadah.

Seiring dengan perkembangan jemaat, gedung gereja tidak mampu lagi
menampung jemaat. Kami lalu sepakat untuk merenovasi dengan bantuan
beberapa donatur. Kami juga tetap melakukan swadaya dengan
mengumpulkan hasil panen tembakau terbaik kami. Karena itu, sekarang
ada istilah "mbako grejo" (tembakau gereja) untuk menyebut tembakau
terbaik. Saat ini, kami sudah mempunyai gedung gereja yang dapat
menampung 426 jemaat. Karena itulah, pada bulan November 2001 lalu
gereja kami akhirnya didewasakan. GKJ KENALAN, itulah nama gereja
kami. Meski belum mempunyai pendeta, kegiatan kerohanian di gereja
kami tetap bergairah. Kelompok-kelompok PA yang tersebar di beberapa
desa lain aktif melakukan kegiatannya. Ya, kami memang selalu rindu
mempelajari firman Tuhan. Sejarah lahirnya gereja kami sering kali
dianggap unik. Oleh karenanya, kami sering mendapat kunjungan dari
saudara-saudara seiman yang berasal dari berbagai denominasi. Saat
ini, hampir seluruh warga di desa Kenalan sudah percaya pada Yesus
meski masih ada beberapa warga yang belum percaya. Namun kami tetap
hidup damai dan saling menghormati. Sejak percaya Yesus, hatiku
merasa damai dan tenteram. Mukjizat-Nya terus berlangsung dalam
kehidupanku. Sumari, istriku dinyatakan sembuh total dari kanker
yang dideritanya sejak tahun 1976. Ini adalah mujizat yang sangat
besar karena sebelumnya, dokter memvonis dia tidak bisa sembuh. Kini
sudah lebih dari 25 tahun, istriku tetap sehat. Kalaupun sakit, itu
karena faktor usia maklum saja umurnya sudah 70 tahun. Untuk mengisi
hari tua, kami berdua ingin memberi hidup bagi orang lain. Kami
punya kerinduan untuk membantu sesama yang masih berkekurangan.
Bukan berarti hidup kami sudah berkelimpahan. Justru di dalam
kesederhanaan ini, kami ingin tetap dapat membawa berkat bagi
sesama. Itu sebagai tanda ucapan syukur kami pada Tuhan yang telah
memberikan kasih-Nya pada kami.

Sumber Sinode GKJ

Pastori Baru

Pdt Wurihanto Handoyo Adi STh, telah menempati rumah Pastori yang beralamat di Taman Poris Gaga Blok A6 No.11 Batu Ceper Tangerang